masukkan script iklan disini
RIBUAN orang mengungsi di Kabupaten Pandeglang, Banten, setelah tsunami menerjang pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. Sebagian besar mengungsi mengalami kondisi darah tinggi atau hipertensi dan maag.
Warga mengungsi di Posko Krakatau di Desa Labuan. Letnan Satu (Lettu) Laut Dr Syahrul Dian dari Batalyon Kesehatan (Yonkes) 1 Marinir mengatakan, hingga dua hari setelah bencana, sebanyak 180 orang mengeluhkan kondisi kesehatan mereka.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan diberi obat, para pasien dipersilakan pulang kembali ke pengungsian. Bila gangguan kesehatan tak bisa ditangani, petugas akan merujuk mereka ke rumah sakit.
''Kebanyakan hipertensi dan maag akut. Sekarang pasien sudah kita pulangkan,'' ujar Syahrul di pos kesehatan, Senin, 24 Desember 2018.
Di dalam tenda kesehatan, beberapa pasien masih terlihat duduk-duduk beristirahat. Para pasien itu, Syahrul mengatakan, sudah mendapatkan perawatan. Tenda kesehatan yang didirikan ada empat buah, di mana bagian depan adalah ruang pemeriksaan, dua tenda istirahat dan perawatan, dan satunya tenda khusus untuk pasien yang mengalami trauma.
Syahrul menambahkan, penyebab para pasien mengalami hipertensi dan maag akut adalah riwayat kesehataannya sendiri. Kondisi di lokasi pengungsian juga sedikit banyak memengaruhi kebugaran pasien.
''Umumnya pasien yang mengalami hipertensi dan maag akut adalah lansia. Sementara anak-anak rata-rata mengalami gangguan batuk dan influenza. Anak-anak kemumgkinan disebabkan karena kondisi di pengungsian yang seadanya,'' jelas Syahrul.
Selain itu, Syahrul menjelaskan, terdapat pasien yang mendapatkan perawatan khusus. Pasalnya, para pasien mendapatkan trauma akibat tergulung ombak saat kejadian.
Lanjutnya, sejauh ini ada tiga orang pasien yang mengalami trauma, dua orang usia lanjut sementara satunya seorang nelayan usia produktif. Para pasien yang mengalami trauma diatasi dengan psiokterapi.
''Di sini kita menenangkan pasien. Mereka masih trauma balik ke rumah. Tapi ada ruang khusus di sana untuk itu dan tenaga khsusus,'' kata Syahrul.
Sejauh ini, menurut Syahrul, belum menemukan anak-anak yang mengalami trauma. Namun, timnya sudah menyiapkan satuan tugas khusus untuk menangani trauma pada anak.
Dalam hari-hari pertama potensi gangguan kesehatan yang paling tinggi adalah pasien yang mengalami trauma. Namun, setelah dua pekan berselang, penyakit yang datang akan berbeda, yaitu diare, penyakit kulit, batuk, dan influenza.
''Kita sudah antisipasi dengan membawa stok obat yang memadai. Kita di sini 15 hari untuk evakuasi. Setelah itu untuk rehabilitasi dan rekinsturksi,'' ucapnya.
Hingga saat ini, Yonkes 1 Marinir menerjunkan 107 prajurit. Sebanyak 30 orang bertugas di pos kesehatan, sementara sisanya berkeliling untuk mengevakuasi korban di lokasi pengungsian atau lokasi bencana.
''Pada saat di lokasi kita menerjukan juga dengan tim kesehatan lapangan. Apabila ada temuan korban kita assesment di sana harus dirujuk atau tidak,'' paparnya. (medcom/OL-8)