masukkan script iklan disini
Poster penolakan terhadap kekerasan seksual yang muncul dalam aksi damai Universitas Gadjah Mada (UGM) Darurat Kekerasan Seksual di Kampus Fisipol UGM, Sleman, Kamis (8/11 - 2018). (Antara / Andreas Fitri Atmoko)
Solopos.com, SLEMAN -- Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono membantah anggapan bahwa dirinya terlalu condong terhadap HS, mahasiswa Fakultas Teknik UGM terduga pelaku pemerkosaan terhadap mahasiswi Fisipol UGM. Panut beralasan apa yang dilakukannya telah mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku.
''Sama sekali tidak [condong kepada pelaku]. Saya tidak pernah melindungi pelaku. Dalam benak saya, pelaku tidak dihukum itu sama sekali tidak benar. Hanya mengikuti prosedur, mengikuti peraturan yang ada di UGM,'' kata Panut pada awak media seusai menerima kunjungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di ruang rektorat, Senin (12/11/2018).
Panut mengakui pelaku yang bersalah memang harus dihukum. Namun sebagai pendidik, dia beralasan harus memberikan sanksi pelaku sesuai kesalahan yang diperbuat. Dalam pandangannya, jangan sampai menzalimi seseorang dengan memberikan hukuman yang melebihi dari apa yang sudah dilakukan orang tersebut.
''Jangan sampai orang salahnya begini dihukum lebih dari yang seharusnya. Yang ada dalam pikiran saya hanya itu saja, tidak ada pikiran melindungi pelaku,'' tegas Panut.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menduga pimpinan UGM melakukan tindakan maladministrasi dalam penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi kampus itu.
''Saya menduga ada potensi maladministrasi karena berlarutnya penundaan kasus ini,'' kata anggota ORI Ninik Rahayu di Kantor ORI Perwakilan DIY dan Jateng, Jogja, Sabtu (10/11/2018) lalu.
Menurut Ninik, seharusnya penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi UGM bisa diselesaikan sejak lama karena sudah terjadi saat kuliah kerja nyata (KKN) 2017 lalu. Ninik juga menilai sejumlah rekomendasi yang telah diberikan oleh tim independen yang dibentuk UGM belum sepenuhnya dijalankan rektorat. Hal itu mengakibatkan penanganan kasus itu berlarut dan belum selesai hingga kini.
''Rekomendasi [tim independen] belum dijalankan secara serius sehingga kasus itu viral setelah ada pemberitaan dari Balairung Press [Badan Pers Kampus UGM],'' katanya.